Ibu Amnah


Dari Pemulung Sampai Pengepul: Sebuah Perjuangan Merintis Usaha Rongsok

“… Saya Mah Gak Malu Sampe Ngorek-ngorek Got Buat Cari Barang. Kan yang Penting Halal…”

Hijrah ke Jakarta: Mengais Rezeki dari Sampah

Peluang usaha tak selalu berasal dari sesuatu yang sifatnya mahal atau baru. Barang rongsokan kini tidak lagi identik dengan sesuatu yang kotor, sampah yang menjijikan, atau setumpuk besi berkarat. Dengan berbekal ketekunan dan kerja keras, setumpuk barang bekas tak terpakai bisa disulap menjadi peluang usaha yang menjanjikan. Itu pula yang diyakini oleh Ibu Amnah. Usaha rongsokan yang telah digeluti selama 19 tahun oleh ibu lima orang anak ini terbukti mampu menghidupi dirinya beserta keluarga di kota Jakarta. Perkenalan Ibu Amnah dengan usaha rongsok sudah dimulai sejak usianya 7 tahun. Saat itu ia diajak mengunjungi bibinya yang memiliki usaha rongsokan di Jakarta. Setiap Ibu Amnah mengunjungi rumah bibinya, ia selalu membantu untuk membersihkan dan memisahkan barang-barang rongsokan sesuai dengan jenisnya. Ia akan pulang ke kampungnya ketika musim panen tiba, sebab ia harus membantu orangtuanya yang adalah petani.

Setelah usianya menginjak 14 tahun, Ibu Amnah yang masih belia berani memutuskan untuk mengadu nasib di Jakarta. Usaha pertanian milik orang tuanya dianggap tidak terlalu menjanjikan untuk dijadikan mata pencaharian. Alasannya, masa panen hanya dilakukan per enam bulan sekali. Selain itu, Ibu Amnah juga ingin hidup mandiri.

Hijrah ke Jakarta menjadi tantangan hidup baru yang tidak mudah untuk Ibu Amnah. Dia tinggal dengan keluarga bibinya. Setiap hari Ibu Amnah harus bertarung dengan garangnya matahari mengais sampah dari rumah ke rumah. Kemudian, sampahnya dan sampah milik bibinya dipilih dan dibersihkan sesuai jenisnya. Mendapatkan sampah tidak selalu mudah, kadang Ibu Amnah harus berjalan jauh untuk mendapatkannya. Selain memperoleh pendapatan melalui mengais sampah, ternyata Tuhan juga mengirimkan rezeki yang lain. Ibu Amnah mendapatkan jodoh dari pekerjaannya itu. Mereka sering bertemu ketika menyerahkan sampah pada pengepul dan pada tahun 1997 mereka pun menikah. Setelah menikah, Ibu Amnah dan suami memutuskan hidup mandiri. Mereka memilih bekerja kepada pengepul rongsokan. Bekerja dengan pengepul rongsokan lumayan menguntungkan. Suaminya mendapatkan penghasilan 800 ribu rupiah per minggu. Satu bulan keluarga Ibu Amnah bisa mendapatkan penghasilan sebesar 3,2 juta rupiah.

Giat Mengumpulkan Modal Usaha

Tahun 2009 Ibu Amnah mulai berpikir untuk menjadi pengepul barang rongsokan. Ternyata menjadi pengepul bukanlah hal yang mudah karena modalnya tidaklah murah. Mereka harus kuat modal di awal untuk membeli barang rongsokan yang disetor pemulung.

Demi mendapatkan banyak modal, setiap pagi hingga siang, Ibu Amnah dan anak-anaknya mencari penghasilan tambahan dengan mengupas kijing. Kijing adalah sebutan untuk kerang hijau. Daerah tempat Ibu Amnah tinggal yaitu Kampung Bambu, Cilincing, memang penghasil kerang hijau. Upah mengupas 1 kilogram kijing adalah 3 ribu rupiah.

Dalam satu hari, Ibu Amnah dibantu anak-anaknya rata-rata bisa mengupas hingga 50 kilo kijing, sehingga dalam satu hari minimal uang yang didapatkan sebesar 150 ribu rupiah. Lalu pada pukul 10 malam, dia dan anak laki-lakinya pergi memulung di Daerah Cilincing. “Saya paling senang kalau pergi ke daerah Kebantenan. Orangnya baik-baik. Ada tuh warnet yang penjaganya udah cantik baik pula. Setiap ke sana pasti langsung dikasih botol dan kertas bekas.” kata Ibu Amnah mengenang masa-masa awal dia memulai usahanya sendiri. Ibu Amnah bisa berjalan berkeliling hingga pukul 3 pagi.

Saya mah gak malu sampe ngorek-ngorek got buat cari barang. Kan yang penting halal.” kata Ibu Amnah sambil tersenyum.

Sedangkan suaminya, untuk menambah penghasilan, selain memulung juga membantu nelayan saat melaut. Namun ada kejadian yang pernah membuatnya sakit hati dan menjadi cambuk buat dirinya untuk semakin giat usaha. Pernah saya waktu lagi mulung ada ibu-ibu yang punya rumah tutup idung di depan saya. Saya udah tahan tapi saya gak kuat dada saya sesek. Dalam hati saya kok ini orang gini amat. Saya ceplosin aja. Bu, kalau gak ada pemulung Jakarta bakal penuh sama sampah karena gak ada yang ngambilin. Dari situ tuh saya makin semangat mulung biar bisa cepet-cepet kekumpul modalnya,” kata Ibu Amnah dengan mata berkaca-kaca dan napas naik turun menahan emosi.

Setelah kurang lebih setahun melakukan rutinitas seperti itu, Ibu Amnah dan suami pun kini beralih menjadi pengepul kecil-kecilan.

Dapur Semakin Ngebul Menjadi Pengepul

Saat ini ada 10 orang yang rutin menyetorkan sampah kepada Ibu Amnah. Setiap minggu, barang rongsokan dibawa untuk kemudian diberikan upah sesuai timbangan yang dihasilkan. Barang seperti kertas, kardus, dan botol minuman dihargai 4 ribu rupiah dan akan Ibu Amnah jual ke pabrik seharga 8 ribu per kilonya. Sedangkan, besi dan timah dihargai lebih mahal yaitu 45 ribu per kilo dan akan dijual ke pabrik seharga 65 ribu rupiah. Setelah menjadi pengepul, setiap hari Ibu Amnah bekerja dengan hanya menunggu pemulung yang datang untuk menyetor kepadanya. Kalaupun berkeliling, dia hanya berkeliling ke beberapa pengepul lain untuk menambah barangnya. Itu pun dilakukan sekali-kali. “Liat nih bos saya sekarang kerjaannya cuma duduk-duduk doang nunggu barang. Padahal dulu mah sama kayak kita ngorek-ngorek got,” kata Ibu Amnah mempraktekkan ucapan anak buahnya yang bangga dan termotivasi dengan kisah perjuangannya dari pemulung menjadi pengepul.

Untuk menjalankan usaha rongsokannya sekarang, Ibu Amnah membutuhkan modal sedikitnya 10 juta rupiah. Sebab, dia harus membeli dan menampung barang terlebih dahulu. Dari satu orang pemulung, Ibu Amnah harus menyiapkan uang minimal 800 ribu. Barang rongsok lalu dipilih, dibersihkan, dan dibungkus sesuai jenisnya. Kemudian, disetor seminggu dua kali ke beberapa pabrik langganan mereka di daerah Bekasi sampai Tangerang.

Penghasilan Ibu Amnah sebagai pengepul lumayan besar. Sekali menyetor ke pabrik, Ibu Amnah menghasilkan untung minimal 1,5 juta rupiah sehingga dalam satu minggu bisa menghasilkan minimal 3 juta rupiah. Bahkan, pernah saat dia sedang melakukan borongan, pendapatan yang dihasilkan dalam satu minggu bisa mencapai 10 juta rupiah. Namun ada sebersit tanya dalam hati Ibu amnah, berapapun penghasilan yang didapat olehnya, kondisi kehidupan Ibu Amnah tidak menunjukkan perubahan yang signifikan.

Ilmu Menabung dan Menghemat

Pertanyaan itu terjawab pada tahun 2011, saat Ibu Amnah bergabung menjadi anggota Koperasi Kasih Indonesia (KKI). Awal bergabung, Ibu Amnah ditawari oleh Uwanama panggilan untuk tetangga Ibu Amnah-yang merupakan anggota lama KKI. Sebelumnya, banyak institusi yang menawarkannya pinjaman namun Ibu Amnah tidak tertarik. Ibu Amnah baru tertarik setelah petugas KKI menjelaskan bahwa pinjaman ini dibayar mingguan dan sudah termasuk tabungan.

Saat pertama kali akan bergabung dengan KKI, seperti biasa calon anggota wajib mengikuti dua acara, Persiapan Kelompok 1 dan 2. Pada Persiapan Kelompok 1, Ibu Amnah diberi pengarahan oleh petugas mengenai apa itu KKI, tujuan, dan bantuannya. Selain itu, calon anggota juga dibangun harapannya supaya bisa bersemangat meraih mimpi masing-masing. Pada sesi itulah Ibu Amnah mendapat jawaban atas kegelisahannya selama ini. Dia baru tersadar jika dirinya sangat boros sehingga dengan pengarahan itu membuat Ibu Amnah bertekad untuk mulai menabung.

Pinjaman pertama sebesar 1 juta rupiah digunakannya untuk modal membeli barang rongsok dari tangan pemulung. Tak lupa setiap mendapatkan bayaran dari hasil penjualan barang rongsokan, ia segera tabung di KKI. Setelah hampir setahun, tabungannya membuahkan hasil. Ibu Amnah bisa membeli sepeda motor, sesuatu yang sebenarnya bisa ia beli dari dulu namun tidak bisa karena tidak menabung. Setelah membeli motor, Ibu Amnah makin giat menabung. Ia rutin menyisihkan 1.5 juta rupiah per minggu untuk ditabungkan di salah satu bank.

Ketika uang tabungannya mencapai 10 juta, salah satu teman suaminya menyarankan mereka untuk mengambil mobil pick up. Mobil itu sangat berguna bagi mereka untuk mengantarkan barang. Tanpa itu, mereka harus menyewa mobil dengan harga 300 ribu rupiah per hari. Tentu ini menjadi pengeluaran yang lumayan berat. Akhirnya, mereka pun berani mengambil satu buah mobil pick up dengan uang muka 10 juta dan cicilan 2,9 juta rupiah.

Tetap Bersemangat Meraih Mimpi Selanjutnya

Kini Ibu Amnah sudah bisa menikmati hasil perjuangannya. Ia tak henti-hentinya merasa bersyukur, sebab dahulu tidak pernah berpikir bahwa usahanya bisa berkembang dengan pesat. Ia merasa menjadi anggota KKI adalah sebuah berkah karena di KKI dia mendapatkan banyak ilmu yang bermanfaat. “Ikut KKI itu kayak sekolah lagi. Saya diajarin ilmu ngirit sama nabung. Kalau gak ikut KKI mungkin saya masih hidup boros jadinya usaha saya gak majumaju.” Saat ini, ibu Amnah sudah memiliki motor, melengkapi rumahnya dengan beberapa perabotan elektronik, dan terakhi membeli mobil pick up untuk mengembangkan usahanya.

Dengan pencapaiannya sekarang, Ibu Amnah tidak berpuas diri. Dia tetap bersemangat menjalankan usaha rongsokannya karena banyak mimpi yang ingin diwujudkan. Mimpi besarnya adalah ia ingin sekali membeli tanah dan membangun rumah supaya rumah yang ditempatinya sekarang bisa sepenuhnya dijadikan tempat usaha. Untuk itu, Ibu Amnah bertekad untuk tetap rutin menabung demi bisa meraih impian selanjutnya.